Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) memberikan respons positif terhadap perubahan Perum Bulog dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi badan otonom yang langsung berada di bawah Presiden.
Ketua Umum KTNA, Mohamad Yadi Sofyan Noor, berharap perubahan tersebut akan membuat Bulog lebih maksimal dalam menyerap hasil produksi petani di seluruh Indonesia.
“Ke depan kan Bulog itu jadi offtaker. Jadi, kami berharap Bulog itu bisa maksimal. Bulog harus nomor satu kalau untuk menyerap,” kata Sofyan saat dihubungi majalah Hortus di Jakarta, Jumat (22/11).
Dia meyakini, dengan memaksimalkan peran Bulog dalam menyerap hasil panen petani dengan harga Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp 6.000 per kilogram, para petani akan lebih termotivasi untuk meningkatkan produksi mereka. Dengan demikian, pencapaian swasembada pangan pun menjadi semakin mungkin.
Di samping itu, lanjut Sofyan, hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah penyuluh. Peran penyuluh juga perlu dimaksimalkan karena merupakan ujung tombak dalam pembangunan pertanian terutama dalam mewujudkan swasambada pangan.
“Nah, jadi penyuluh juga penting. Jadi, selain tadi Bulog, kemudian persiapan alat mesin pertanian (Alsintan) dan irigasi itu nggak boleh ditinggalkan. Karena jaya-jayanya dulu kita swasembada karena KTNA, petani sama penyuluh gandengan,” ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan), Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, pemerintah telah menyepakati perubahan Perum Bulog menjadi badan atau lembaga pemerintah.
Perubahan fungsi Bulog ini masuk dalam upaya mengejar swasembada pangan yang dipercepat jadi 2027.
“Untuk mencapai swasembada pangan, maka fungsi Bulog harus kembali, harus transformasi lembaganya. Enggak bisa komersial lagi,” kata Manko Zulhas usai rapat koordinator dengan menteri di bidang pangan di kantor Kemenko Pangan, Graha Mandiri, Jakarta Pusat, Kamis (21/11).
Zulkifli Hasan menjelaskan, jika Perum Bulog masih beroperasi sebagai perusahaan komersial, maka dalam membeli gabah atau jagung petani, Bulog sering kali terjebak pada perhitungan untung rugi.
“Kalau komersial, nanti beli jagung rakyat, beli gabah, itu kadang-kadang hitung-hitungan, Bulog ini untung apa rugi. Kalau rugi diperiksa, ya susah. Sudah disepakati tadi, yang penting lembaganya akan ada perubahan,” tutur Zulhas.
Adapun Bulog merupakan lembaga pangan yang mengurusi bidang tata niaga beras, dibentuk berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967. Namun, sejak 2003, status Bulog berubah menjadi BUMN.