Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mengatakan, program mitigasi El Nino yang digulirkan Kementerian Pertanian (Kementan) sudah mulai membuahkan hasil.
Melalui program perluasan areal tanam (PAT), pompanisasi, dan optimasi lahan rawa, produksi pertanian, khususnya padi mulai tergenjot.
“Sekarang sudah terasa, ada penambahan. Kita bicara fakta saja. Di bulan kemarau, terjadi deplasi Karena faktor beras. Artinya produksi meningkat, yang biasanya itu terjadi implasi,” ujar Amran di Kantor Pusat Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Senin (22/10).
Jika melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode Agustus–Oktober, produksi padi tetap stabil di 12,55 juta ton untuk tahun 2022 dan 2023, namun meningkat signifikan pada tahun 2024 menjadi 14,73 juta ton.
“Ada peningkatan produksi 1 juta ton dibanding tahun 2003 di bulan kemarau.
Agustus, September, Oktober, November. Nah, ini 1 juta ton artinya ada peningkatan nilainya Rp 13 triliun rupiah. Hanya kita refokusin anggaran Rp 1,7 triliun,” kata dia.
“Refokusin anggaran Rp 1,7 triliun menghasilkan 13 triliun itu baru padi. Belum jagung, belum yang lain. Artinya apa? Strategi pompanisasi dan oplah berhasil,” sambungnya.
Amran juga merespon data BPS yang memperkirakan produksi beras nasional tahun 2024 akan turun 760 ribu ton atau 2,43 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut dia penurunan tersebut karena El Nino yang terjadi pada awal tahun ini (Januari, Februari, Maret, sampai Mei), ditambah lagi dengan belum adanya tambahan alokasi pupuk subsidi, pompa, Bibit unggul.
“Ada pengamat mengatakan bahwa itu minus, iya, tapi kalau kita tidak lakukan akselerasi, minusnya lebih tajam. Bisa 5 juta ton. Ini yang harus dipahami,” kata Amran.
“Kalau mau bedah, bedah per bulan. Bulan, Agustus, September, Oktober, November jauh lebih tinggi, bahkan ada 1 bulan lebih tinggi daripada 10 tahun terakhir,” sambungnya.