Pakar Desak Pemerintah Baru Benahi Regulasi yang Hambat Hilirisasi Sawit

0
Pakar Hukum Kehutanan, Sadino, menjadi penanggap dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Biodiesel untuk Negeri," yang digelar Sawitsetara, Jakarta, Kamis 18 Juli 2024. (Foto: Ist)

Pakar Hukum Kehutanan, Sadino, menyerukan kepada pemerintahan baru untuk segera membenahi aturan-aturan yang menghambat hilirisasi industri kelapa sawit di Indonesia.

Dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Biodiesel untuk Negeri,” Sadino menyoroti kompleksitas geopolitik sawit dan pentingnya regulasi yang mendukung pertumbuhan industri ini.

Sadino mengungkapkan bahwa meskipun Indonesia optimis mengenai masa depan biodiesel, industri sawit menghadapi persaingan ketat di tingkat global.

“Kita optimis boleh, tetapi kita juga harus melihat bahwa geopolitik sawit ini memiliki banyak kompetitor. Dengan adanya kompetitor ini, suara kita di dalam negeri saja tidak satu,” jelas Sadino.

Dia juga menekankan, kebanggaan Indonesia sebagai pengekspor sawit nomor satu dunia belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat luas, dengan mayoritas apresiasi hanya datang dari komunitas sawit itu sendiri.

“Saya menganggap bahwa dari negara ini saja belum percaya diri. Untuk menghadapi kompetisi, kita harus bersama-sama. Namun, saya yakin kita sudah menuju ke arah sana,” tambah Sadino.

Sadino, yang fokus pada regulasi sawit dari 2008 hingga sekarang, menilai masih banyak regulasi yang menghambat program biodiesel.

Salah satu hambatan utama adalah moratorium pembukaan lahan sawit yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2019, yang tidak memiliki batas waktu jelas, sementara program biodiesel memerlukan lahan.

“Lahan yang sekarang ada di Indonesia sangat terancam karena lembaga negara, termasuk pemerintah, tidak saling mengakui produk satu sama lain. Misalnya, jika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan produk, Kementerian ATR tidak mau melihat produk tersebut,” ungkap Sadino.

Sadino mengkritik kurangnya koordinasi antar kementerian yang dianggap menyulitkan upaya mengatasi tantangan yang dihadapi oleh industri sawit.

“Jika pola penyelesaiannya seperti itu, sawit akan menghadapi ancaman serius di Indonesia,” kata Sadino.

Sadino juga mengkritisi penelitian yang menilai sawit sebagai tanaman yang rakus air dan merusak lingkungan. Pasalnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menyatakan bahwa area perkebunan sawit memiliki kondisi lingkungan yang baik.

Sadino mengajukan pertanyaan mengenai perbedaan data penelitian yang muncul, mengingat kelapa sawit di berbagai daerah memiliki karakteristik yang serupa.

“Mengapa data penelitiannya berbeda-beda? Apakah ada kompetisi di antara pohon sawit sendiri yang mempengaruhi hasil penelitian?” tanya Sadino.

Sadino berharap agar penelitian mengenai sawit dilakukan dengan objektivitas dan tidak berdasarkan pesanan.

“Saya menduga penelitian yang menyatakan sawit merusak lingkungan mungkin didasarkan pada proyekan, artinya ada pesanan di balik penelitian tersebut,” ujar Sadino.

Menutup pernyataannya, Sadino menekankan perlunya perbaikan regulasi untuk memastikan keberlanjutan industri sawit, terutama dalam hal hilirisasi dan biodiesel.

“Kita butuh kepastian hukum dan regulasi untuk menjaga kelangsungan biodiesel dan investasi jangka panjang dalam industri sawit,” pungkas Sadino.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini