Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan, penggunaan minyak sawit untuk bahan bakar biodiesel akan mengurasi ketergantungan Indonesai pada bahan bakar fosil.
Hal ini disampaikan Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma, Kementan, Ardi Praptono dalam Power Lunch CNBC Indonesia, di Jakarta, Senin (9/12).
Ardi menekankan, pentingnya industri sawit dalam mendukung penyediaan energi terbarukan melalui produksi biodiesel sebagai bahan bakar alternatif berbasis nabati.
“Biodiesel yang dihasilkan dari minyak sawit ini pasti akan mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dengan menyediakan sumber energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan,” kata Ardi.
Ardi menambahkan, penggunaan biodiesel sawit juga dapat menggantikan biodiesel konvesional. “Sehingga, tentu ini akan mengurangi bahan bakar fosil dan mendukung transisi dari energi yang lebih ramah lingkungan,” ujar Ardi.
Lebih dari itu, program mandatori biodiesel memberikan dampak positif bagi lingkungan, terutama karena emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran biodiesel jauh lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil.
“Saya kira dengan beralihnya ke biodiesel, tentu ini akan mengurangi gas rumah kaca dan berkontribusi pada upaya kita dalam mengurangi dampak perubahan iklim,” ungkap Ardi.
Di sisi lain, Ardi memastikan bahwa penggunaan biodiesel dari industri sawit juga mendukung komitmen dalam Perjanjian Paris, yang bertujuan untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celsius.
Dengan mengurangi emisi gas rumah kaca melalui energi terbarukan, termasuk biodiesel, negara-negara di seluruh dunia dapat berkomitmen lebih kuat untuk mencapai target pengurangan emisi.
“Tentu ini akan meningkatkan kontribusi secara global terhadap keberlanjutan lingkungan, dan penggunaan biodiesel sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Ini penting untuk mewujudkan energi bersih,” pungkas Ardi.