Barantin Hanya Temukan Delapan Bangkai Sapi dari Australia

0

 

Badan Karantina Indonesia (Barantin) meminta penjelasan Kementerian Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (DAFF) Australia terkait 151 ekor sapi impor mati di atas kapal MV Brahman Express saat menuju ke Indonesia.

Pelaksana Tugas Deputi Bidan Karantina Hewan, Barantin, Wisnu Wasisa Putra menyebut, pihaknya hanya mendapati delapan ekor sapi yang mati di atas kapal MV Brahman Express saat sandar di pelabuhan Indonesia.

“Kami mengonfirmasi ke pihak DAFF Australia, dalam hal ini menerima laporan dari kapal itu yang mati 151 ekor. Tapi, yang kami lihat di pelabuhan, di dalam kapal yang mati sejumlah delapan ekor,” kata Wisnu.

Oleh karena itu, lanjut Wisnu, Barantin ingin mendapatkan informasi dan kejelasan terkait tindaklanjut kematian yang dilaporkan oleh DAFF Australia.

“Kita juga ingin menginformasi ke pihak DAFF Australia yang 151 ini apakah itu dibuang ke laut dengan mekanisme alat pemusnahan yang ada di kapal. Yang jelas, kita mendapatkan jumlah kematian waktu kedatangan kapal hanya delapan,” kata Wisnu.

Lebih lanjut, Wisnu mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan ke delapan bangkai sapi tersebut. Namun, karena dikhawatirkan membahayakan, kedelapan bangkai itu dikembalikan ke Australia.

“Yang delapan ekor ini sudah kita lakukan pemeriksaan dan atas karena tindakan karantina dikhawatirkan membahayakan, sehingga delapan bangkai sapi ini dikembalikan ke Australia,” kata Wisnu.

Belum diketahui pasti penyebab kematian ratusan sapi tersebut. Olah karena itu, Wisnu meminta kepada pihak DAFF Australia melakukan investigasi secara menyeluruh.

“Kemarin kita juga sedang meeting dengan pihak DAFF Australia,  kita meminta melakukan investigasi terkait kematian sapi tersebut,” kata Wisnu.

Dugaan sementara sapi tersebut mati karena bakteri Botulism. Sebagai informasi penyakit ini disebabkan oleh toksin dari bakteri gram positif yaitu Clostridium botulinum yang mencemari pakan dan minum ternak.

Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian pada sapi dengan gejala klinis lumpuh akibat gangguan syaraf atau paralysis. Penyakit ini bukan merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK).

“Tetapi tentunya kami sampaikan kepada masyarakat terkait, kami melakukan pengamatan dan pengasingan di karantina hewan, baik yang ada di Lampung dan Sumatera Utara dan kita tidak mengeluarkan atau merilis sapi selama belum mendapatkan hasil uji laboratorium,” tegas Wisnu.

Di samping itu, lanjut Wisnu, pemerintah juga telah menyampaikan surat ke pihak Kementerian Australia untuk mengkonfirmasi dan memberikan data terkait situasi yang ada di Negeri Kanguru tersebut.

“Kami juga bersama Ditjen PKH menyampaikan untuk Registered Premises LAE 304 yang ada di Australia, khusunya di Northern Territory Australia per tanggal 28 maret 2024 untuk sementara waktu tidak melakukan ekspor ke Indonesia,” kata Wisnu.

“Khusus untuk satu premises ini, kami masih juga menunggu investigasi dari pihak Australia dan khusunya kami juga melakukan pengamatan dan pengasingan terkait dengan kejadian ini,” imbuh Wisnu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini