Biotechnology and Seed Manager CropLife Indonesia, Agustine Christela Melviana menegaskan, tanaman dan benih yang dikembangkan dengan ilmu bioteknologi aman dikonsumsi.
Hal itu dia sampaikan pada acara Kelas Jurnalis “Adopsi Bioteknologi untuk Transformasi Pertanian Indonesia”, Jakarta Selatan, Jumat (2/2).
Menurut dia, keamanan bioteknologi telah dikaji secara menyeluruh oleh berbagai lembaga riset dan kesehatan dunia seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), dan Badan Perlindungan Lingkungan Hidup Amerika Serikat (EPA).
“Kalau di Indonesia, kita punya Komisi Keamanan Hayati yang ditopang oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2005 (PP No. 21/2005) tentang Keamanan Hayati untuk Produk Rekayasa Genetika yang memastikan keamanan PRG, baik untuk keamanan pangan, pakan maupun lingkungan,” ujarnya.
Diketahui bahwa pertanian di Indonesia tengah dihadapkan faktor yang mengancam produktivitas. Faktor tersebut meliput perubahan iklim, hama yang semakin kebal pada produk perlindungan tanaman, dan lahan yang semakin berkurang.
Oleh karena itu, adopsi serta pengembangan riset bioteknologi dirasa semakin penting diimplementasikan di sektor pertanian untuk menjaga ketahanan pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Pada akhirnya ketahanan pangan nasional kita bisa terancam jika tidak ada intervensi di bidang sains dan teknologi,” ujar Direktur Eksekutif CropLife Indonesia, Agung Kurniawan.
Menurut Agung, saat ini Pemerintah Indonesia sudah sangat terbuka dan mendukung upaya- upaya pengembangan inovasi bioteknologi, misalnya budidaya tanaman dan benih bioteknologi atau Produk Rekayasa Genetika (PRG).
Namun, lanjut Agung, proses riset yang panjang dan regulasi yang kompleks membuat distribusi benih bioteknologi di Indonesia cenderung lebih lambat dibanding negara lain.
“Di berbagai negara seperti Filipina, benih-benih dan tanaman bioteknologi sudah diakses petani dan hasilnya juga dikonsumsi publik secara luas berbarengan dengan versi konvensional. Kami berharap Indonesia bisa segera menyusul langkah baik tersebut,” ujarnya.
Sejalan dengan itu, Guru Besar Mikrobiologi dan Bioteknologi Molekuler Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Anggota Tim Teknis Keamanan Hayati KLHK, Antonius Suwanto menjelaskan penggunaan benih bioteknologi sangat berpihak pada petani.
Dia mengatakan, teknik-teknik bioteknologi moderen seperti benih PRG ataupun benih hasil penyuntingan gen (genome editing), memang dirancang dan dikembangkan oleh peneliti dengan tujuan untuk meminimalisir potensi hasil kehilangan petani.
“Produk-produk bioteknologi pertanian seperti benih ini sangat berguna bagi petani kecil, karena tanaman akan mempunyai sifat-sifat yang lebih unggul seperti lebih adaptif terhadap perubahan cuaca ekstrem ataupun memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap hama dan penyakit jika dibandingkan dengan benih konvensional/non-PRG,” katanya.
Menurutnya, jika hanya mengandalkan benih konvensional saja, petani akan sulit bertahan menghadapi perubahan iklim ataupun Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang akan selalu ada dan hal-hal ini akan menyebabkan penurunan hasil panen dari petani.
“Tentu saja pengelolaan (bioteknologi) di lapang selalu memperhatikan aspek ekologis dan sustainability,” jelasnya.
Anton turut membagikan temuan J. GM Crops & Food yang menyatakan bahwa adopsi benih bioteknologi ke pertanian dunia terbukti meningkatkan pendapatan petani secara signifikan. Di tahun 2020, peningkatan pendapatan petani global mencapai USD 18,8 miliar.
“Jika dirinci, nilai pendapatan petani di negara berkembang naik 52 persen, petani di negara maju naik 48 persen. Naiknya pendapatan itu berasal dari peningkatan produksi dan penghematan biaya seperti input pertanian (agricultural input) dan biaya operasional lain,” ucapnya.
Sebagai gambaran, benih bioteknologi membantu petani melindungi 23,4 juta hektar habitat alami, setara seperti luas Vietnam digabung dengan Filipina dan teknologi ini telah mengurangi emisi gas rumah kaca dengan jumlah yang setara seperti mengurangi 15,6 juta mobil di jalan.
“Bisa dibayangkan keuntungan yang akan didapat jika masyarakat kita lebih terbuka terhadap inovasi teknologi dan tidak mudah termakan dengan mitos yang beredar,” imbuhnya.