ILDEX Indonesia Jadi Agenda Tahunan Mulai 2026

0

Di sebua tempat di Jakarta pada 25 November 2025, ruangan yang dipenuhi pegiat industri peternakan terasa seperti sedang menjemput babak baru. Pada hari itu, ILDEX Indonesia—pameran ternak dan agribisnis yang selama ini digelar dua tahunan—secara resmi diumumkan akan berubah format menjadi agenda tahunan mulai 2026.

Langkah ini menandai bagaimana industri peternakan Indonesia tengah bergerak cepat, mengikuti laju permintaan protein hewani dan transformasi teknologi yang kian tak bisa ditahan.

Edisi ILDEX Indonesia 2025 memberi alasan kuat bagi perubahan itu. Dengan 278 peserta dari 26 negara dan area pamer seluas 9.720 meter persegi, penyelenggaraan tahun ini tercatat sebagai yang terbesar sejak perdana digelar. Tak kurang dari 12.880 pengunjung profesional dari 43 negara memadati stan-stan pameran, ditambah 2.107 peserta konferensi yang mengikuti sesi teknis dan bisnis. Deretan negara dengan pengunjung terbanyak—mulai Indonesia, China, Thailand, hingga Amerika Serikat—mengukuhkan posisi ILDEX Indonesia sebagai salah satu hub perdagangan peternakan dan akuakultur paling berpengaruh di Asia.

Fitri Nursantri P, Direktur PT Permata Kreasi Media, menyebut pameran ini bukan sekadar ruang transaksi. Di mata Fitri, ILDEX adalah jembatan pengetahuan yang menghubungkan pelaku industri global. Di aula pameran yang padat, para produsen vaksin unggas dari Eropa, pemasok bahan pakan asal Amerika Serikat, hingga perusahaan teknologi susu dari Asia saling bertukar gagasan. “ILDEX bukan hanya platform bisnis, tetapi pusat berbagi inovasi dan alih pengetahuan,” ujarnya.

Gambaran itulah yang ingin diperluas oleh PT Permata Kreasi Media pada edisi berikutnya. Dalam soft launching ILDEX Indonesia 2026, Direktur Utama Ruri Sarasono mengumumkan bahwa pameran tahun depan akan digelar pada 16–18 September 2026 di Hall 5–6 ICE BSD City. Seperti tahun ini, pameran akan tetap berkolokasi dengan Horti & Agri Indonesia, namun dengan penambahan penting: kehadiran Dairy Pavilion yang secara khusus menyoroti rantai suplai susu, dari peternakan hingga pengolahan.

Menurut Ruri, keputusan menjadikan ILDEX sebagai pameran tahunan muncul dari dorongan industri itu sendiri. Permintaan dari berbagai negara, kebutuhan distribusi teknologi yang semakin cepat, serta dinamika pasar unggas dan dairy yang terus berubah membuat model dua tahunan dianggap tak lagi memadai. “Tingginya permintaan membuat penyelenggaraan ILDEX Indonesia harus dilakukan lebih cepat,” kata Ruri. Tahun depan, ujarnya, menjadi momentum strategis bagi dunia peternakan nasional, terutama perunggasan, yang tengah menghadapi tantangan dan peluang sekaligus.

Percakapan tentang masa depan unggas terasa hangat dalam forum itu. Ketua Umum GPMT, Desianto Budi Utomo, menyampaikan kegelisahan yang sudah lama menghantui industri: ancaman banjir daging impor. Industri pakan ternak Indonesia sangat bergantung pada keberlanjutan sektor ayam, sebab dari 110 pabrik pakan anggota GPMT, 90 persen memproduksi pakan untuk ayam. “Kalau industri perunggasan kolaps, maka GPMT juga,” ujar Desianto. Ia mengingatkan soal risiko masuknya chicken leg quarter (CLQ) dari Amerika Serikat, apalagi setelah kebijakan tarif impor 0 persen diberlakukan. “Jika ayamnya masuk, negara penghasil CLQ lain akan ikut antre. Ini bisa menjadi bencana bagi perunggasan nasional,” katanya.

Nada optimistis muncul dari Ketua IV GPPU, Asrokh Nawawi. Ia melihat perkembangan genetik ayam nasional yang melesat dalam lima tahun terakhir. Dari satu ekor Grand Parent Stock (GPS) yang dulu menghasilkan 30–40 Parent Stock (PS), kini mampu menghasilkan lebih banyak. Begitu pula PS yang dapat memproduksi 120–130 final stock. Menurut Asrokh, kapasitas produksi dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan daging ayam nasional tanpa harus bergantung pada impor. Industri unggas, katanya, secara genetik dan teknis sesungguhnya siap menopang program kemandirian pangan protein hewani.

Sementara dari luar negeri, suara dukungan datang dari Justin Pau, CEO VNU Asia Pacific. Di hadapan tamu undangan, Justin menggambarkan Indonesia sebagai pasar paling dinamis untuk pakan, unggas, susu, dan kesehatan hewan. “Dengan menjadikan ILDEX sebagai acara tahunan, kami membuka lebih banyak peluang bagi merek global untuk memasuki pasar besar ini,” ujar Justin. Di matanya, ILDEX bukan hanya tempat bertemu pembeli dan penjual, tetapi wadah untuk membangun kemitraan jangka panjang yang membantu Indonesia memenuhi kebutuhan protein secara berkelanjutan. Tahun 2026, katanya, akan menjadi awal baru bagi pameran ini.

ILDEX sendiri tak berdiri sendirian. Mulai tahun depan, rangkaian pameran ini akan menjadi pilar penting dalam jaringan acara VNU yang tersebar di Indonesia, Vietnam, dan Filipina, dan berpuncak pada VIV Asia, salah satu pameran protein hewani terbesar di dunia. Ekosistem ini dirancang agar pelaku industri dapat bertemu secara rutin, mempercepat alur teknologi, dan memperkuat perdagangan lintas negara.

Di balik deretan angka dan rencana besar itu, dukungan pemerintah tetap menjadi fondasi penting. Pada edisi 2025, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menyampaikan apresiasinya kepada ILDEX yang disebutnya sebagai salah satu platform agribisnis paling berpengaruh di kawasan. Sudaryono mengingatkan bahwa peternakan adalah pilar strategis dalam pembangunan pertanian: tulang punggung pasokan protein hewani sekaligus mesin penggerak ekonomi daerah. “Acara ini mempertemukan pemangku kepentingan dari berbagai negara untuk berbisnis dan bertukar pengetahuan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa sektor peternakan dan kesehatan hewan memiliki nilai ekonomi besar. PDB sub-sektor tersebut mencapai Rp349 triliun atau 12,54 persen dari total PDB pertanian nasional. Kontribusi terbesar datang dari telur ayam, daging ayam, daging sapi, dan susu segar. Angka-angka itu menunjukkan satu hal: industri peternakan Indonesia sedang menapaki lintasan pertumbuhan yang tidak bisa lagi disokong oleh pertemuan dua tahunan.

Karena itulah pengumuman ILDEX sebagai agenda tahunan terasa tepat waktu. Industri yang berubah cepat membutuhkan panggung yang hadir lebih sering. Para produsen teknologi, akademisi, regulator, hingga peternak menanti ruang pertemuan yang memungkinkan ide-ide baru mengalir dan kerja sama terjalin tanpa jarak yang terlalu jauh.

Di Jakarta sore itu, perubahan itu pun dimulai—dengan keyakinan bahwa masa depan peternakan Indonesia membutuhkan sebuah etalase yang terus menyala. IlDEX 2026 menjadi pintu pertama dari babak baru itu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini