Indonesia Belajar Tata Kelola Karet ke Thailand

0
karet tua

Perkebunan karet di Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan besar, terutama terkait tata kelola yang belum optimal dan harga karet yang tidak remuneratif. Kondisi ini membuat banyak petani karet beralih ke komoditas lain yang lebih menjanjikan seperti kelapa sawit dan kakao.

Untuk mengatasi masalah tersebut dan mempelajari praktik pengelolaan karet yang baik, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui Kedeputian Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis mengadakan kunjungan studi ke Rubber Authority of Thailand (RAOT) pada 2-5 Juli 2024.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Dida Gardera, bersama delegasi, mengunjungi berbagai lokasi perkebunan karet di Thailand yang dikenal memiliki tata kelola yang sangat baik.

“Kunjungan ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk berdiskusi, bertukar pandangan, dan mencari solusi guna meningkatkan produktivitas karet yang ramah lingkungan dan adaptif terhadap perubahan iklim global,” ujar Deputi Dida.

Kunjungan dimulai di Kantor Head Quarter RAOT di Bangkok dengan audiensi bersama Gubernur, jajaran pimpinan, dan ekonom di RAOT. Pada kunjungan kedua, delegasi mengunjungi Divisi Teknologi Karet RAOT dan melihat berbagai produk olahan hilir karet lateks yang dikembangkan.

Delegasi juga mengunjungi Pusat Penelitian Karet di Chachoengsao, di mana mereka melakukan audiensi dengan Direktur Pusat Penelitian setempat dan mengunjungi kebun karet penelitian serta kebun petani karet di Thailand.

RAOT menjadi badan otoritas yang menangani karet dari hulu sampai hilir dengan pendanaan dari dana cess (pungutan ekspor karet). RAOT juga mendorong program aspal karet 1 km per 1 desa dan peremajaan karet hingga 200.000 hektare per tahun dengan bantuan sekitar Rp50 juta per hektare.

Thailand memberikan kebebasan kepada petani karet untuk menanam komoditas selain karet.

Thailand juga sangat fokus pada diversifikasi produk hilir karet berbasis lateks, seperti boneka manekin, bantal karet, mainan anak, suvenir berbasis karet, serta pistol karet untuk pelatihan militer.

Selain itu, RAOT juga mengandalkan R&D untuk mengembangkan bioteknologi, menemukan klon unggul, dan metode penyadapan yang efisien.

Deputi Dida menyampaikan bahwa Thailand siap menghadapi European Union Deforestation Regulation (EUDR) karena petaninya sudah teregister dengan baik. Pasar karet di Thailand dibedakan antara Pasar EUDR dan Pasar Non-EUDR, dan mereka mendapatkan harga premium karet yang tinggi.

Thailand juga bekerja sama dengan perusahaan ban ternama seperti Goodyear dan Michelin, serta menerapkan teknologi drone, IoT, dan Machine Learning di perkebunan karet.

Kunjungan ini turut dihadiri oleh Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan-Kemenko Bidang Perekonomian, Direktur Pemasaran PTPN III Holding, Kepala Divisi Strategi Operasional Kelapa Sawit dan Karet PTPN III Holding, dan SEVP PTPN I.

Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki perkebunan karet seluas 3,55 juta hektare pada 2023. Luasnya turun sekitar 6 persen atau berkurang 230 ribu hektare dari tahun sebelumnya.

Sumatera Selatan menjadi provinsi dengan perkebunan karet terluas, yakni mencapai 883,3 ribu hektare. Porsinya setara 25 persen dari total luas perkebunan karet nasional.

Posisi Sumatera Selatan diikuti Jambi yang memiliki perkebunan karet seluas 408,5 ribu hektare dan Sumatera Utara dengan 373,1 ribu hektare.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini