Pembaca sekalian yang kami banggakan,
Minyak goreng berlabel Minyakita dalam beberapa pekan terakhir menjadi sorotan publik lantaran ditemukan sejumlah kecurangan, seperti isi takaran yang tidak sesuai dengan yang tercantum pada label kemasan minyak goreng rakyat (MGR) tersebut. Sudah begitu, harga jualnya pun di atas HET.
Padahal, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor: 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat (MGR), harga minyakita dijual dengan harga eceran tertinggi Rp 15.700 per liter.
Awalnya, Minyakita dapat diperoleh melalui berbagai kanal belanja, dari warung kelontong, pasar tradisional, swalayan, hingga perdagangan digital. Namun, kini, produk tersebut hanya bisa didapatkan di pasar tradisional dan pengecer resmi. Maklum saja, produk ini memang ditujukan bagi masyarakat menengah bawah.
Diluncurkan pada 2022, minyak yang merupakan bagian dari kebijakan domestic market obligation (DMO) ini mengusung konsep sederhana, yakni minyak goreng kemasan dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Pembaca sekalian…
Karut marut tata niaga minyakita, coba kami angkat sebagai tema dalam Rubrik Liputan Khusus Majalah HORTUS Edisi April 2025 ini.
Hanya saja, dalam realitasnya keberadaan minyakita kerap kali penuh dengan dinamika yang tak sedap, mulai dari isu kelangkaan, kenaikan harga di atas HET, pengurangan takaran, hingga dugaan permainan distribusi yang terus membayangi.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait di mana letak kesalahan tata kelolanya, dan bagaimana seharusnya perbaikan dilakukan agar minyak rakyat ini benar-benar bisa diakses dengan harga yang wajar?
Sementara untuk Rubrik Laporan Utama, kali ini kami mengupas perlunya kepastian hukum dalam mengelola industri kelapa sawit di negeri ini.
Pelaku industri sawit di negara ini yang lahan sawitnya masuk dalam kawasan hutan boleh jadi banyak yang merasa cemas. Pasalnya, sejak pemerintahan Prabowo Subianto membentuk Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.5 Tahun 2025, tidak sedikit lahan sawit yang dinyatakan ilegal karena masuk dalam kawasan hutan, disegel dan diambil alih oleh negara.
Adalah PT Agrinas Palma Nusantara yang diprioritaskan untuk mengelola sekitar 300 ribu hektar kebun sawit ilegal yang disita di Kalimantan Tengah. Lahan-lahan ini berasal dari lebih 50 perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan, dengan konsentrasi terbesar di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Dulunya, Agrinas ini bernama PT Indra Karya (Persero), BUMN yang bergerak di bidang konsultan teknik. Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2025 yang diteken Presiden Prabowo Subianto, perusahaan pelat merah ini beralih ke sektor sawit sebagai bagian dari strategi swasembada energi berbasis biofuel.
Di luar kedua rubrik andalan tersebut, seperti biasa kami juga menyajikan berita atau tulisan yang tak kalah hangat dan menarik di rubrik-rubrik lainnya.
Akhirnya, dari balik meja redaksi, kami ucapkan selamat menikmati sajian kami. ***