Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono, mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya sudah memiliki kemampuan teknologi untuk memproduksi biodiesel 100 persen atau B100.
Namun, dia menekankan bahwa ada kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara perdagangan dan pasokan pangan. Sehingga, prioritas utama tetap pada pemenuhan kebutuhan pangan sebelum beralih sepenuhnya ke energi.
“Secara teknologi sebetulnya sudah bisa kita lakukan B100. Tapi kan tentu saja ada keseimbangan dagang. Tidak serta-merta semua diconvert pasti ada kebutuhan dagang, kebutuhan pangan untuk energi,” jelas dia saat dijumpai di Pasar Minggu, Rabu (21/8).
Mas Dar, sapaan Sudaryono, menekankan pentingnya memastikan semua kebutuhan minyak sawit untuk pangan dan kebutuhan primer lainnya terpenuhi sebelum memperbesar biodiesel.
“Karena kan pasti kalau kita punya sumber daya itu yang pertama adalah konversi terhadap pangan, baru setelahnya kita pikirkan energi. Jadi, kalau minyak goreng, semua kebutuhan minyak sawit kita untuk kebutuhan pangan dan kebutuhan primer kita beres, itu pelan pelan nanti (konversi ke energi),” katanya
Seiring upaya pemerintah meningkatkan kadar biodiesel, Mas Dar menekankan pentingnya meningkatkan produktivitas tanaman sawit dengan bibit unggul dan penggunaan teknik perawatan dan data sensor yang baik.
“Kita juga harus meningkatkan produktivitas minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) kita dengan pemilihan bibit yang baik treatment yang baik memakai data censoring dan seterusnya,” ujarnya.
Mas Dar mengatakan, pemerintah telah menerapkan B35, yaitu 35 persen dari biosolar yang digunakan berasal dari CPO. Rencana selanjutnya adalah meningkatkan pencampuran biodiesel menjadi B50.
Menurutnya, potensi biodiesel di Indonesia sangat besar, mengingat 60 persen CPO yang beredar di pasar global berasal dari Indonesia. Namun, ada beberapa negara, terutama di Eropa, yang menolak CPO karena isu lingkungan.
Sementara itu, ada pergeseran global dari energi fosil ke energi terbarukan. Dalam konteks ini, CPO digunakan sebagai bahan baku untuk biodiesel yang ramah lingkungan, mendukung transisi menuju energi terbarukan.
“Begitu ke dalam renewable energy yang terbarukan maka CPO ini diconvert. Nah, ini akan terus kita tingkatkan agar memenuhi kebutuhan domestik kita. B50 artinya porsinya diperbesar,” pungkasnya.