Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) bersama dengan Indonesia dan Malaysia melakukan kunjungan ke Brussels, Belgia, pada tanggal 30 dan 31 Mei 2023.
Tujuannya, untuk menyampaikan keprihatinan dan keberatan atas penerapan European Union Deforestation-Free Product Regulation (EUDR), undang-undang yang mengatur perdagangan komoditas bebas deforestasi yang diumumkan Uni Eropa pada Desember 2022.
Pertemuan dilakukan di sikap yang ramah, terus terang, dan terbuka menegaskan kembali pentingnya komoditi kelapa sawit bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyatnya kedua negara.
Dalam kunjungan tersebut, diterima Wakil Presiden Eksekutif (EVP) Frans Timmermans, European Green Deal dan Komisaris untuk Kebijakan Aksi Iklim, Josep Borrell-Fontelles, Perwakilan Tinggi dari Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Virginijus Sinkevičius, Komisaris Lingkungan, Kelautan dan Perikanan, Anggota Dewan Parlemen Eropa (MEP) Heidi Hautala, Wakil Presiden Eropa Parlemen, dan MEP Bernd Lange, Ketua Perdagangan Internasional (INTA).
Delegasi CPOPC menyoroti dampak dari EUDR pada rantai nilai dan secara konsisten menekankan perlunya UE untuk terlibat dengan negara-negara produsen di tingkat kerja dan teknis. Di sana juga diperlukan pembentukan perjanjian konsultatif oleh kedua belah pihak untuk membahas cara dan sarana pelaksanaannya.
Masalah yang harus diselesaikan antara lain masuknya petani kecil dalam rantai pasokan, penerimaan nasional skema sertifikasi berkelanjutan sebagai acuan pelaksanaannya pedoman, klarifikasi teknis tentang sistem pembandingan, geolokasi, legalitas, dan ketertelusuran.
Indonesia dan Malaysia memandang EUDR yang inheren diskriminatif dan bersifat menghukum, yang tidak hanya akan memiliki efek merugikan pada internasional perdagangan tetapi juga akan menghambat upaya industri kelapa sawit untuk mencapai Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Kedua negara menyatakan harapan mereka bahwa UE akan mematuhi prinsip-prinsip transparansi, non-diskriminasi, konsisten dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan regulasi, khususnya dalam perdagangan kelapa sawit dan produknya. Indonesia dan Malaysia percaya bahwa EUDR seharusnya tidak menciptakan distorsi perdagangan diskriminatif dalam hal cakupan produk dan perlakuan nasional. Ketika negara berkembang terus terlibat dalam membangun multilateral yang berkelanjutan sistem perdagangan, sangat penting bahwa peraturan baru harus dicapai melalui pendekatan yang seimbang, inklusif, disengaja, dan non-perdagangan
Misi kali ini dipimpin bersama oleh YAB Dato’ Sri Haji Fadillah bin Haji Yusof, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, dan H.E. Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, sebagai tindak lanjut dari keputusan yang dibuat pada Bilateral Ministerial Meeting CPOPC diadakan pada 9 Februari 2023 di Jakarta, Indonesia.
Dalam misi gabungan ini diharapkan mendapat tanggapan yang positif terhadap isu-isu di atas dan kekhawatiran khususnya pembentukan gugus tugas bersama. Kedua pemimpin menegaskan kembali keseriusan perlunya masalah ini untuk diselesaikan mengingat akibat konsekuensinya.
Selanjutnya, kedua negara meinta sehubungan dengan benchmarking negara sistem yang sedang dikembangkan oleh Komisi Eropa, melabeli suatu negarayang tinggi, standar, dan berisiko rendah memiliki konsekuensi terhadap kedaulatan dan citra negara.
Oleh karena itu, UE harus hati-hati memperhitungkan dan menyadari efek pelabelan. Indonesia, dan Malaysia sangat mendesak UE untuk memastikan hal itu Indonesia dan Malaysia adalah negara berisiko rendah.
Selain itu , pertemuan dengan pemangku kepentingan kelapa sawit, perwakilan industri dan masyarakat sipil organisasi di Eropa juga diadakan bersamaan selama kunjungan ke Brussel.
Para pemimpin memberi pengarahan kepada berbagai pemangku kepentingan tentang maksud kunjungan ini dan hasil pertemuan dengan para pemimpin Uni Eropa.