
Meskipun baru berusia setahun, Badan Karantina Indonesia (Barantin) telah berhasil mencatatkan berbagai capaian penting dalam upayanya melindungi sumber daya alam Indonesia dari ancaman komoditas asing yang berpotensi merugikan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Barantin, Sahat Manaor Panggabean dalam acara Refleksi Akhir Tahun Badan Karantina Indonesia di Hotel Double Tree by Hilton Kemayoran, Jakarta Utara, Rabu (19/12) malam.
“Kami tidak ada istilah satu tahun, kita tetap melakukan tugas karantina untuk memastikan merendungi sumber daya genetika kita, sumber daya alam kita, dari serbuan komoditas-komoditas yang masuk ke Indonesia,” ujar Sahat.
Sahat mencatat, selama setahun terakhir, Barantin telah melakukan 2.309 tindakan karantina, yang meliputi penahanan, penolakan, dan pemusnahan terhadap barang-barang yang terbukti tidak memenuhi ketentuan karantina.
Barantin juga mengirimkan 1.120 Notification of Non-Compliance (NNC) kepada otoritas karantina negara asal. NNC ini diberikan karena komoditas impor yang masuk ke Indonesia tidak memenuhi persyaratan karantina yang berlaku.
“Jadi, kita melakukan banyak tangkapan ribuan, kita melakukan juga NNC, artinya kita tolak itu barang-barang mereka, kita bikin surat keberatan ke negara-negara sana, supaya ke depan mereka mengikuti aturan persyarat-persyarat yang ada di Indonesia,” ujar dia.
Birokrat dan peneliti Indonesia ini menegaskan, Indonesia tidak akan ragu untuk mengeluarkan NNC dan bahkan melakukan pemusnahan terhadap produk yang tidak memenuhi ketentuan karantina yang berlaku di negara ini.
“Karantina ini sekarang ini sudah berubah. Jadi, tidak boleh lagi kita macam-macam sebagai sistem pertahanan negara ini. Kita tidak ingin negara kita ini dianggap negara penampung semua komoditas yang tidak jelas,” tegas Sahat.
Sebagai bagian dari pertahanan negara, lanjut Sahat, Barantin tidak main-main dalam melakukan pengawasan terhadap produk yang akan masuk ke Indonesia, dimulai dari tahap pre-border, ad-border, hingga post-border.
Pada tahapan pre-border, jelas Sahat, Barantin memastikan bahwa semua dokumen dan persyaratan sudah lengkap dan rapi terlebih dahulu di negara asal sebelum barang tersebut sampai di Indonesia.
“Kalau dulu, barangnya sampai ke Indonesia, dokumennya belum jelas, sertifikatnya seperti apa itu tidak jelas. Nah sekarang ini, sebelum barang itu dikirim, dokumennya sudah disubmit ke Indonesia melalui Best Trust,” jelas Sahat.
Sahat menjelaskan bahwa dia telah menyampaikan kepada negara-negara mitra bahwa Indonesia memiliki ketentuan yang harus dipenuhi. Jika barang tersebut tidak memenuhi persyaratan, maka barang itu tidak boleh dikirim ke Indonesia.
“Konsep pre-border ini yang selalu kita sampaikan ke negara-negara mitra kita ayolah Anda harus memenuhi syarat-syarat Indonesia dan kami juga selalu mendatangin negara-negara di sana,” kata dia.
Lantas, di tahapat at border, yaitu di pelabuhan, lanjut Sahat, Barantin telah menetapkan Service Level Agreement (SLA) atau janji layanan hitungan jam, yaitu sekitar 8 hingga 9 jam untuk komoditas kategori low risk.
“Nah, Sepanjang dokumennya lengkap kami jamin itu hitungannya jam selesai tentu untuk yang low-risk. Yang low-risk ini ya seperti tadi buah dan macam-macam gitu ya,” kata
“Namun, untuk barang dengan risiko tinggi, seperti sapi, pemeriksaan memerlukan waktu lebih lama. Kami harus memastikan tidak ada penyakit yang dibawa, dan ini membutuhkan waktu lebih lama karena ada masa inkubasi yang perlu diperhatikan,” sambungnya.
Di sisi lain, Sahat juga menegaskan bahwa at border, Barantin memiliki komitmen untuk memberikan layanan yang efisien dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya, di tahap post-border, Barantin juga terus memantau barang yang sudah masuk ke Indonesia. Sebagai contoh, jika sapi masuk ke kandang, Barantin akan melakukan pemantauan lebih lanjut. Begitu juga dengan bibit tanaman yang masuk, yang juga akan diawasi untuk memastikan tidak ada potensi risiko.
“Jadi, kita bisa melakukan traceability di situ. Jadi Karantina berusaha Untuk melakukan layanan dengan baik,” pungkas Sahat.