Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyiapkan program penstabilan perberasan secara nasional untuk mengantisipasi fluktuasi harga beras yang mulai terjadi. Program ini akan memanfaatkan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, dalam kunjungan kerja Komisi IV DPR RI di Padang, Sumatera Barat, pada Jumat, 20 Juni 2025.
Menurut Arief, langkah ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Rapat Terbatas (Ratas), serta hasil pembahasan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) bersama Menteri Koordinator Pangan, Zulkifli Hasan.
“Pertama, bantuan pangan beras sebagai stimulus ekonomi selama 2 bulan, Juni dan Juli. Ada 18,3 juta penerima dan diupayakan 1 kali kirim. Jadi 20 kilogram beras. Kedua, Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras,” ujar Arief.
Penyaluran beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sejak Januari hingga menjelang Idulfitri telah mencapai 181 ribu ton. Namun, program ini dihentikan sementara saat panen raya.
Arief menjelaskan bahwa penghentian ini bertujuan untuk memberi ruang bagi pengisian stok CBP dari hasil panen dalam negeri. Hasilnya, hingga saat ini total stok CBP mencapai 4,15 juta ton.
Arief menyampaikan bahwa penugasan dari Bapanas ke Bulog untuk pelaksanaan SPHP beras secara nasional masih perlu menunggu persetujuan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) dari Kementerian Keuangan.
“Peningkatan harga beras hari ini di beberapa tempat sudah ada 5 sampai 10 persen, namun kami masih menunggu ABT untuk SPHP beras. Kami sudah melaporkan ke Kemenkeu,” ungkap Arief.
Dalam sambutannya, Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Soeharto menggarisbawahi agar aspek pengelolaan yang berkelanjutan merupakan poin yang harus menjadi fokus bersama guna memaksimalkan potensi yang ada di daerah. Ia berharap kunjungan wakil rakyat hari ini akan menciptakan suatu rekomendasi strategis.
“Kita ketahui bersama bahwa Sumatera Barat terkenal dengan tanah yang subur, keindahan alam yang memukau, dan kekayaan cita rasa yang terkenal hingga mancanegara. Untuk bidang pertanian merupakan sektor unggulan di provinsi ini, di mana 58 persen masyarakatnya bergantung pada komoditas padi, kacang hijau, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu,” kata Titiek, sapaan akrabnya.
“Aspek pengelolaan yang berkelanjutan dari sinergitas antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta diperlukan untuk memaksimalkan potensi yang ada di sini. Kami berharap kunjungan kerja ini dapat menghasilkan rekomendasi strategis yang solutif, aplikatif, dan berkelanjutan,” sambungnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sumatera Barat Vasko Ruseimy menyatakan sangat berharap dengan adanya sinergitas yang kuat akan menjadikan provinsi yang dipimpinnya dapat semakin berdaulat dalam hal pangan. Terlebih, Sumatera Barat dikatakannya telah menjadi salah satu daerah penopang ketahanan pangan nasional.
“Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 19 kabupaten/kota dan ini dihuni sekitar 5,91 juta jiwa. Wilayah kami ini memiliki landscape yang unik, perbukitan, lahan yang subur, kawasan hutan tropis, dan garis pantai yang panjang. Kombinasi geografis ini menjadikan Sumatera Barat sebagai salah satu daerah potensial penopang ketahanan pangan nasional,” sebut Vasko.
“Kami percaya dengan sinergi yang kuat antara pusat dan daerah, kita bisa mengubah tantangan menjadi peluang. Kita bisa membuktikan bahwa kolaborasi bukan hanya sekadar wacana tapi langkah nyata menuju Indonesia yang berdaulat pangan. Makmur nelayannya, sejahtera petaninya, dan lestari hutannya. Dimulai dari Sumatera Barat,” pungkas Wagub Vasko.






























