Kementerian Pertanian (Kementan) memangkas target tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan yang semula 500.000 hektare menjadi 287.404 hektare.
Begitu kata Ketua Tim Kerja Direktur Kelapa Sawit dan Aneka Sawit, Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), Tulus Tri Margono saat menyampaikan paparannya pada “Strategi Tumpang Sisip Padi Gogo di Perkebunan Kelapa sawit”, Selasa (11/6).
Tulus menjelaskan, banyak lahan yang potensi tidak bisa ditanami, sehingga ada perbaikan yang difasilitasi oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP), Kementan.
“Jadi, sekarang targetnya kita menurun dari 500.000 hektare jadi 287.404 hektare,” kata Tulus pada diskusi daring yang dibuka Kelapa Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi.
Penurunan ini berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 265/Kpts/OT.050/M/06/2024 tentang Satuan Tugas Antisipasi Darurat Pangan bertanggung jawab mengawal program Penambahan Areal Tanam.
“Tadinya di Kepmentan Nomor 243 Tahun 2024 itu seluas 500.000 hektare, sekarang sudah diubah menjadi 287.404 hektare. Jadi, sekarang targetnya kita menurun,” ujar Tulus pada diskusi yang dihadiri petani dan penyuluh tersebut.
Dengan adanya pengurangan ini, Tulus beharap target tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan bisa lebih mudah tercapai dan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia terpenuhi.
“Saya harap, penyuluh dan petani dengan adanya ini semoga capaian akan lebih bisa tercapai, sehingga target tanam 1,1 juta hektare (per bulan) bisa tercapai untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia,” kata dia.
Kendati demikian, Tulus tidak menampik, untuk mencapi target penanaman padi gogo di lahan perkebunan ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan karena ini juga tergantung pada minat petani.
“Jadi memang bahwa sudah kita ketahui pekebun sawit ini sebenarnya orangnya bisa dibilang malas atau sebenarnya tidak malas, ya, rajin sih cuman karena panennya itu sekitar sebulan dua kali jadi kadang petani selain panen ya paling hanya melihat apakah ada gulma atau tidak,” kata dia.
“Paling juga tiga bulan sekali ke lahan untuk melakukan pengendalian gulma. Kemudian pemupukan paling satu tahun hanya dua kali, sehingga sudah biasa seperti itu,” sambung Tulus.
Menurut Tulus, kebiasan seperti ini harus diubah terutama pekebun yang melakukan peremajaan. Sebab, sawit masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) ini memerlukan perawatan yang intensif.
“Jadi, pertama kita perlu melihat (kebun) paling tidak setiap hari. Kita ajak petani merawat sawit di masa TBM ini dengan sambil menanam, sehingga petani datang selain merawat kebun juga merawat padi,” kata dia.
Tantangan lainnya, yaitu tidak semua lahan berpotensi, sangat bergantung dengan musim tanam di musim pernghujang, terdapat lokasi potensi tetapi tidak masuk Kepmentan, dan pengajuan bantuan benih padi gogo melibatkan dinas perkebunan.
Adapun hingga saat ini, ada empat provinsi yang realisasi penanaman padi gogonya tinggi, yaitu Kalimantan Barat (Kalbar), Banten, Sumatera Utara (Sumut), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Realiasi padi gogo per tanggal 10 Juni 2024 ini ada beberapa yang sudah dicapai. Yang tertinggi di Kalbar 6.000 hektare, Banten 4.900, Sumut 4.700 hektare, dan NTT 4.306 hektare,” jelas Tulus.