Tekan Penularan ASF, Kepala Barantin Imbau Masyarakat Tak Jual Babi Sakit

0
Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin), Sahat M. Panggabean menyampaikan arahannya usai melantik tujuh) pejabat tinggi pratama lingkup Barantin yang telah berhasil lolos Uji Kompetensi atau Uji Kesesuaian atau Job Fit, Jakarta, Senin, 29 Januari 2024. (Foto: Humas Barantin)

Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin), Sahat M. Panggabean mengimbau masyarakat agar tidak menjual babi yang sakit untuk menekan penyebaran African Swine Fever (ASF).

“Pesan yang ingin kita sampaikan adalah jangan menjual hewan yang sakit, supaya kita bisa menekan penularannya,” ungkap Sahat dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2024, Jakarta, Senin (16/12).

Sahat mengungkapkan, menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru), harga daging babi di Papua mengalami lonjakan signifikan, bahkan mencapai Rp 300 ribu per kg. Beberapa daerah, seperti Timika sampai 200 ribu per iris.

“Ini sinyalir pedagang melanggar kesepakatan pemerintah, tapi kami sudah dapat informasi pemerintah di Papua sudah melakukan komunikakasi dengan pedangang, sehigga mudah-mudahan harganya bisa sesuai dengan kesepakatan,” kata dia.

Lebih lanjut, Sahat meminta masyarakat agar melaporkan kasus ASF ke pihak Karantina yang ada di tingkat provinsi dan kabupaten agar tindakan cepat dapat segara dilakukan.

“Saya minta untuk berkoordinasi dengan kami di karantina kalau ada kasus-kasus, laporkan ke kami untuk segera dilakukan penindakan,” kata Sahat. “Misalnya, jangan dibuang sembarang kalau ada tertular kita bakar atau dikubur.”

Sahat mengatakan telah mengarahkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Barantin di seluruh Indonesia untuk menyiapkan lahan untuk mengubur dan membakar babi yang terkena virus ASF.

“Kami punya incinerator (alat pembakar limbah padat),” kata Sahat. 

Sahat mengungkapkan, beberapa tahun lalu, bangkai babi yang mati akibat ASF sering dibuang ke sungai, sehingga mempercepat penyebaran virus ini. 

Oleh karena itu, Sahat mengimbau agar masyarakat tidak membuang bangkai sembarangan dan segera berkoordinasi dengan pihak Karantina di provinsi maupun kabupaten.

“Jadi, sekali lagi bapak ibu, kami ada di tempat teman-teman. Kami ada diseluruh provinsi dan beberapa ada di kabupaten,” ujar dia.

Hingga kini, ASF telah terdeteksi di 32 provinsi di Indonesia. Dia menyoroti pentingnya pengawasan ketat di perbatasan, pelabuhan, dan bandara, khususnya di wilayah Riau dan Kepulauan Riau, guna mencegah masuknya produk-produk babi terkontaminasi.

“Virus ini tidak hanya menular melalui babi, tetapi juga melalui produk olahan seperti dendeng, sei, kotoran, hingga alat angkut. Oleh karena itu, perlu koordinasi antara pemerintah dan masyarakat untuk memutus rantai penularan,” tegas dia.

Sahat menambahkan, Indonesia belum memiliki vaksin untuk ASF, berbeda dengan kasus flu burung atau penyakit mulut dan kuku (PMK) yang dapat ditangani dengan vaksinasi. 

“ASF ini menjadi tantangan besar karena virus dapat bertahan di kandang hingga 140 hari dan di karkas sampai 18 bulan,” tutup birokrat dan peneliti Indonesia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini