Badan Karantina Indonesia (Barantin) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sepakat menjalin kerja sama dalam membangun sistem keamanan pangan nasional.
Kepala Barantin, Sahat M. Panggabean kerja sama ini mencakup pertukaran informasi metode pengujian, pelaksanaan uji banding dan uji profisiensi, serta percepatan akses database uji keamanan pangan.
“Dangkah-langkah tersebut, Barantin dan BPOM menargetkan peningkatan performa laboratorium secara nasional yang akan memperkuat sistem manajemen keamanan pangan Indonesia,” jelas Sahat saat bertemu Kepala BPOM, Jakarta, Kamis (22/5).
Dalam upaya penguatan laboratorium, harmonisasi metode pengujian berdasarkan standar nasional dan internasional juga menjadi fokus utama guna menjamin konsistensi dan keandalan hasil uji.
Lebih lanjut, Sahat menyampaikan kedepannya akan disusun regulasi terkait standar mutu produk pangan yang masuk ke wilayah Indonesia. Hal ini mencakup pembagian kewenangan Barantin dan BPOM serta ambang batas cemaran.
“Sebagai bentuk pengawasan, regulasi yang disusun tidak hanya produk pangan yang berasal dari hewan, ikan, dan tumbuhan, namun juga terkait Produk Rekayasa Genetika (PRG). Regulasi ini tentunya sejalan dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, serta Peraturan BPOM Nomor 19 Tahun 2024 Tentang Pengawasan Pangan dan Produk Rekayasa Genetika,” kata Sahat.
Dalam membangun sistem keamanan pangan Indonesia, Barantin senantiasa melakukan pemeriksaan dalam tiga tahap yang meliputi pre-border, at-border dan post-border. Hal ini dilakukan untuk memastikan komoditas yang masuk di Indonesia terjamin kesehatannya.
Berkaitan dengan hal itu, pertukaran informasi antar lembaga memegang peranan penting dan dan dapat terintegrasi dengan baik.
“Barantin memiliki PTK Online sebagai sistem layanan digital perkarantinaan. Untuk membangun sistem keamanan pangan nantinya dapat diintegrasikan dengan sistem data BPOM, sehingga standar dan persyaratannya lebih jelas,” kata Sahat.
Sahat menegaskan bahwa penegakan hukum seperti penahanan hingga pemusnahan produk yang membahayakan kesehatan juga menjadi bagian dari pengawasan.
“Selanjutnya, hasil dari pertemuan ini akan dituangkan dalam perjanjian kerja sama. Diharapkan, kerjasama ini menjadi tonggak baru dalam mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan nasional, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem pengawasan pangan di Indonesia,” tutup Sahat.
Pada kesempatan yang sama, Taruna menyampaikan, melalui kolaborasi ini diharapkan dapat mengatasi kecurangan yang banyak dilakukan. Kecurangan atau pemasukan ilegal, khususnya untuk pangan di Indonesia selain akan merugikan dari sisi kesehatan juga akan mempengaruhi perekonomian Indonesia.
“Kami sepakat supaya dengan kerja sama ini dapat mencegah barang-barang masuk ke Indonesia secara ilegal, karena didalamnya kan ada aspek-aspek keamanannya, sanitarinya, siapa yang mau jamin? Itu kan berbahaya,” jelas Taruna.