GAPKI Berharap Makin Banyak Anggotanya Masuk Bursa CPO

0

Setelah lebih 6 bulan berjalan, kinerja Bursa CPO Indonesia masih belum menggembirakan. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap makin bayak anggotanya masuk ke Bursa Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit.

Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Perdagangan & Promosi Manumpak Manurung dalam diskusi ‘Serial Kebijakan Sawit’ di Hotel Santika, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2024.

Manumpak mengakui baru sebagian kecil anggota Gapki yang masuk Bursa CPO. Untuk itu, dia mengharapkan kalau bisa semua anggotanya masuk bursa CPO.

“Saya rasa kalau di level perusahaan besar, sosialisasi sudah cukup masif. Tapi memang harus ada niat dari para pelaku usaha itu sendiri untuk masuk bursa CPO,” ujarnya.

Menurutnya, pengurus Gapki di banyak kesempatan telah mengimbau agar para anggotanya masuk bursa CPO, namun masih belum mendapat respon positif.

Alasan mereka, menurut Manumpak, macam-macam. Seperti, tidak menjual barang, atau pun sudah punya kontrak-kontrak penjualan secara langsung, sehingga merasa tidak perlu lagi ke bursa CPO.

Direktur Utama Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX), Nursalam,

Direktur Utama Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Nursalam mengatakan, penunjukan pemerintah kepada ICDX untuk menjadi penyelenggara Pasar Fisik CPO melalui Bursa ini tentunya adalah sebuah kepercayaan besar dari pemerintah. ICDX sebagai kepanjangan tangan pemerintah akan mewujudkan pasar CPO yang teratur, wajar, dan efisien. Selain itu, ICDX juga berkomitmen menjadi bursa yang inklusif dan menyediakan kesetaraan bagi semua pelaku pasar.

“Sudah menjadi kewajiban ICDX untuk mewujudkan Bursa CPO sebagai bursa yang kredibel, mandiri, dan transparan. Secara teknis, kami telah siap untuk penyelenggaraan pasar fisik CPO ini termasuk dalam hal sistem perdagangan. Kesuksesan Bursa CPO tentunya akan menjadi kesuksesan negara sebagai produsen CPO terbesar di dunia dalam mewujudkan harga acuan CPO dunia. Ke depan, ICDX akan mengajak semua pemangku kepentingan untuk bisa berkolaborasi dalam mengembangkan ekosistem ini,” ujar Nursalam.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, menyampaikan special address dengan gayanya yang khas dan menarik, lengkap dengan paparannya.

Pada salah satu bagian paparannya, ia menyebut kalau kehadiran Bursa CPO Indonesia sangat memberi manfaat, termasuk di hulunya kepada petani sawit yang tidak memproduksi CPO.

Menurut Gulat, sebelum ada bursa CPO, harga TBS (tandan buah segar) segitu-gitu saja meski harga CPO naik.

Nah, sesudah ada bursa CPO, harga TBS mulai terkoreksi naik mengikuti kenaikan harga CPO.

Senada dengan Gulat Manurung, Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita dalam paparannya menyebut bursa CPO di hulunya bermanfaat memperbaiki harga TBS.

Sementara di hilirnya, berguna untuk menetapkan Harga Patokan Ekspor (HPE) dan optimalisasi penerimaan negara dari pajak. Meski pun, untuk saat ini transaksi difokuskan untuk pasar lokal dulu, selanjutnya baru orientasi ekspor.

Manfaat lainnya, kata Olvy, menempatkan penjual dan pembeli pada same level playing field dan menjadi market influencer di pasar global.

Selain itu, “Harga acuan sendiri yang adil, transparan, akuntabel, dan real time,” kata Olvy.

Namun, lanjut Olvy, kinerja bursa CPO belum mengembirakan, sebab masih kurangnya minat pengusaha sawit untuk bergabung di Bursa CPO Indonesia.

“Masih banyak pengusaha yang belum tergerak hatinya untuk bermain di bursa CPO,” papar Olvy.

“Itulah kenapa belum tercipta liquid, ya karena pemainnya (di bursa CPO) belum banyak,” ia menambahkan.

Dari 48 perusahaan yang terdaftar di Bursa CPO Indonesia, sebanyak 40 di antaranya merupakan perusahaan yang tergabung dalam Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia).

Jumlah ini masih secuil jika dibandingkan dengan jumlah total perusahaan kelapa sawit yang tercatat sebanyak 2.294 pada 2023.

Bahkan jika dibandingkan dengan total perusahaan anggota Gapki yang berjumlah 727, jumlah anggota Bursa CPO Indonesia ini masihlah sangat kecil.

Pantaslah Olvy menyebutnya sebagai ‘masih kurang menggembirakan’.

Menyimak manfaat tersebut, Gulat manurung menyayangkan mengapa Indonesia baru kemarin (2023) memiliki bursa CPO, jauh ketinggalan dari Malaysia yang telah memiliki bursa CPO sejak 1980.

Selama berpuluh tahun Indonesia berkiblat pada harga refrensi CPO pada bursa di Malaysia dan Rotterdam.

“Terlalu lama kita membodoh sebagai negara produsen sawit terbesar dunia. Kita mengeksploitasi sumber daya alam (sawit), tapi sebagian manfaatnya dinikmati negara lain,” ujar Gulat kepada elaeis.co, dengan nada masygul.

Gulat pun berharap, Bursa CPO Indonesia dapat cepat berkembang, seiring makin banyaknya pelaku usaha sawit yang mau bergabung ke dalamnya.

Ia berpendapat, untuk dapat menarik pelaku usaha sawit sebanyak-banyaknya ke dalam bursa CPO, pemerintah harus memberikan banyak rangsangan atau insentif.

“Bisa berupa kemudahan, keringanan pajak, atau apalah. Sebab, sesuatu yang baru dimulai memang tidak gampang, harus diawali dengan banyak rangsangan,” kata Gulat.

Tren perkembangannya lambat sekali. Setidaknya dilihat dari sisi jumlah anggota yang pertambahannya masih lelet.

Sejak diresmikan pada Oktober 2023 dengan jumlah 18 anggota, kini jumlah anggotanya baru mencapai 48. Masih sedikitnya anggota, praktis berpengaruh pada volume dan nilai penjualan.

Kesan kurang menggembirakan terhadap perkembangan Bursa CPO Indonesia ini mengemuka dalam

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini