Melalui penerbitan Perpres No.40/2023, pemerintah bertekad untuk mencapai swasembada gula konsumsi di tahun 2028 dan swasembada gula total (Gula konsumsi dan industri) pada 2030. Namun, untuk mewujudkan target swasembada gula tersebut bukanlah persoalan yang simple.
Untuk mencapai swasembada gula, masih terdapat beberapa persoalan, baik off-farm maupun on-farm. Di sisi on-farm terlihat kualitas tebu menurun yang disebabkan, rendahnya kualitas bibit. Sementara di sisi off-farm, diperlukan perbaikan fasilitas pabrik gula.
Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Sarmuji mengatakan, pemerintah perlu mengembangkan varietas tebu untuk mendorong peningkatan produksi gula. Di samping itu, pengelolaan pertanian tebu juga perlu dilakukan agar Indonesia bisa mengejar target swasembada gula pada 2028.
“Kita dorong supaya ada varietas baru yang bisa ditanam dengan hasil yang lebih baik. Tata kelola pertaniannya juga diperbaiki serta para petani diedukasi bagaimana mengelola lahan dengan baik untuk jangka panjang, sehingga target swasembada gula 2028 dapat tercapai,” Sarmuji menanggapi persoalan defisit produksi gula nasional,.
Pembaca majalah ini yang kami banggakan, bagaimana upaya yang disiapkan pemerintah dan stakeholder pergulaan lainnya dalam mewujudkan swasembada gula nasional tahun 2028 tersebut, kami kupas dalam Rubrik Liputan Khusus edisi kali ini.
Perlu dijetahui bahwa saat ini kebutuhan konsumsi gula dalam negeri sendiri dilaporkan mencapai 7 juta ton. Akan tetapi, mengacu data dari badan usaha milik negara (BUMN) pangan, ID Food, produksi gula dalam negeri hanya mencapai 2,4 juta ton saja.
Menurut Sarmuji, terdapat beberapa persoalan off-farm maupun on-farm dalam mencapai swasembada gula. Masalah utama di sisi on-farm terdapat pada kualitas pertanian tebu yang menurun dan bibitnya tidak sebagus dulu. Sementara itu, di sisi off-farm, diperlukan adanya perbaikan fasilitas pabrik gula.
“Kalau nggak dilakukan (perbaikan) dengan mesin yang lama pasti (kualitas) rendeman tebu itu pasti akan terpengaruh oleh pabrik yang menggunakan fasilitas lama. Karena itu perlu ada perbaikan-perbaikan guna merealisasikan target yang diinginkan pemerintah,” tegasnya.
Pembaca yang kami mulyakan,
Khusus untuk Rubrik Laporan Utama pada Edisi Maret 2024 ini, kami membahas mengenai bagaimana langkah konkret yang perlu ditempuh pemangku kepentingan (stakeholder) untuk memajukan hilirisasi sawit di negara kita agar bisa semaju Malaysia. Pasalnya, potensi dan peluangnya sangat besar.
Sebagai ilustrasi, hasil riset yang dilakukan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menyebutkan bahwa kinerja valuasi nilai seluruh industri sawit dari hulu hingga turunannya bisa dipacu lebih cepat untuk tumbuh hingga 70 persen pada 5 tahun mendatang dibanding kinerja 2023. Hanya memang, untuk mencapai angka yang menjanjikan tersebut, tidak semudah membalik telapak tangan, tapi perlu pembenahan serius di hulu maupun hilir industri sawit.
“Jika hanya mengandalkan bisnis seperti biasa, alias tidak ada pembenahan serius, kinerja industri sawit akan stagnan pada 2028 atau hanya sekitar 5 persen dibandingkan tahun 2023,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum DMSI, Sahat Sinaga.
Di luar kedua rubrik andalan tersebut, seperti biasa kami juga menyajikan tulisan di rubrik lainnya yang tak kalah aktual dan menarik.
Dari balik meja redaksi, kami ucapkan selamat menikmati sajian kami. ***
Membaca/Download: https://drive.google.com/file/d/1I5ymScPJXzKiG80RESph4WbYFvjGPcKt/view?usp=sharing atau https://s.id/23xbP