Tingkatkan Pasokan Daging, Pemerintah Komitmen Mendukung Integrasi Sawit dan Sapi

0

 

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) berkomitmen mendukung Program Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (SISKA) yang mengintegrasikan ternak sapi dengan tanaman perkebunan kelapa sawit.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dr Nasrullah dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengembangan SISKA yang membahas kebijakan dan strategi pengembangan, potensi investasi (IPRO), dan pedoman teknis implementasinya di IPB International Convention Center Bogor, 21-22/3/2024.

Menurut Nasrullah, pemerintah mendukung penuh program SISKA, sebuah program yang mengintegrasikan ternak sapi dengan tanaman perkebunan  sawit dengan konsep menempatkan ternak tanpa mengurangi aktivitas dan produktivitas tanaman.

“Sistem ini terbukti memberikan tambahan keuntungan perusahaan dan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan peternak di sekitar perkebunan atau pekebun binaan/plasma. Karena peternak dapat memanfaatkan hasil samping perkebunan untuk pakan ternak. Selanjutnya, perusahaan sawit dapat memanfaatkan kotoran ternak untuk pupuk tanaman,” paparnya.

Meski cukup menguntungkan, lanjut Nasrullah, masih sedikit perusahaan yang menerapkannya, karena banyak pengusaha sawit yang belum mengetahui keuntungan yang bisa didapatkan dengan mengikuti program SISKA.

Nasrulah berharap program SISKA bisa masuk dalam Undang-Undang (UU) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) yang sedang direvisi oleh DPR sehingga tak perlu lagi membuat regulasi baru.

“Kalau masuk UU tentu lebih kuat dan lebih mudah dalam sosialisasi dan implementasinya,” kata Nasrullah.

Menurut Nasrullah, kebutuhan pangan setiap tahun terus meningkat, terutama beras dan daging sapi sebagai sumber protein hewani. Namun, penyediaan daging sapi masih banyak kendala, diantaranya ketersediaan sapi bakalan. Apalagi, saat ini sistem pemeliharaan sapi di Indonesia, didominasi oleh peternakan rakyat dengan pola usaha semi intensif dan intesif dengan rata-rata kepemilikan 2 (dua) ekor per peternak.

“Selain itu, masih sedikit lahan khusus bagi usaha peternakan. Hal ini sangat berbeda dengan sistem usaha pembiakan sebagai penghasil sapi bakalan di negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, Brazil dan Argentina yang memiliki lahan penggembalaan yang luas,” kata Nasrullah.

Di sisi lain, lanjutnya, Indonesia memiliki perkebunan sawit yang luasnya mencapai 16,38 juta Ha. Dengan luas perkebunan kelapa sawit tersebut, terdapat potensi lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai padang penggembalaan (ranch) maupun sumber pakan untuk pengembangan ternak sapi. Anggap saja jika 1 ekor sapi membutuhkan 2 Ha lahan perkebunan sawit, maka misalnya diambil 20% saja dari total area kebun sawit tersebut, akan dapat dikembangkan lebih kurang 1,6 juta ekor sapi.

“Saya telah melihat sendiri pengembangan sawit sapi ternyata mampu menghasilkan ternak yang berkualitas bagus, dan tidak merusak kebun sawit. Bahkan usaha integrasi sawit-sapi dapat berkontribusi positif bagi pengembangan perkebunan berkelanjutan dan memberikan citra positif bagi komoditas kelapa sawit Indonesia yang saat ini mengalami kampanye hitam (black campaign) dalam tataran global,” jelasnya.

Dia menjelaskan, melalui SISKA, penggunaan herbisida kimia dan pupuk anorganik dapat dikurangi, sehingga mengurangi biaya produksi dan menjadikan sistem pertanian yang ramah lingkungan.

“Selain itu sistem integrasi sawit-sapi dapat menjadi alternatif sumber pendapatan saat dilakukan replanting atau Peremajaan Sawit Rakyat (PSR),” jelasnya.

Tak lupa, Nasrullah mengapresiasi, kinerja SISKA Supporting Program (SSP), yang telah mendorong upaya perluasan implementasi SISKA sebagai upaya percepatan swasembada daging sapi. Dengan terus melakukan perluasan model SISKA pola inti plasma terus dilakukan di luar Kalsel, yaitu Kaltim, Kalbar, dan Riau atas komitmen dan inisiatif pemprov setempat. Diharapkan program model seperti ini dapat menjadi role model dan direplikasi oleh provinsi yang lain.

“Komitmen dan dukungan dari berbagai pihak terus berdatangan untuk mendukung suksesnya program ini, baik dari Pemerintah Provinsi, CSR perusahaan, hingga perbankan. Dukungan yang diberikan berupa modal fisik, seperti alat pagar listrik (electric fence), mesin chopper, portable feed bunk, portable yard, hingga penanaman HPT serta pendampingan teknis dari Siska Supporting Program Indonesia,” jelasnya.

Menurut Nasrulah, pihaknya juga perusahaan yang telah mengembangkan integrasi sawit sapi ini termasuk memberikan fasilitasi berupa CSR bahkan bersedia menjadi avalis KUR sehingga dapat memberikan peluang pengembangan usaha bagi pekebun/peternak untuk menaikkan skala usaha. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah mendukung integrasi sawit sapi termasuk pihak bank, akademisi, asosiasi dan pemerhati sawit sapi dan tak lupa para pekebun-peternak.

“Saya menghimbau para pemilik perusahaan perkebunan sawit yang belum melaksanakan integrasi sawit sapi, untuk segera bergabung dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional dan mewujudkan perkebunan berkelanjutan,” pungkasnya.

Prof Ali Agus, Staf Ahli Menteri Bidang Hilirisasi Kementerian Pertanian menambahkan, perkebunan sawit bisa menjadi lokomotif dalam mendukung ketahanan pangan. Luas kebun sawit yang mencapai 16 juta hektare (ha) memiliki potensi yang besar dalam menyediakan pangan berupa daging sapi bagi bangsa Indonesia.

“Perkebunan sawit berpotensi menjadi lokomotif penyediaan pangan bagi masyarakat luas. Dengan luas 16 juta ha, perkebunan sawit bisa diintetegrasikan dengan peternakan sapi dan tanaman pangan untuk mendukung swasembada daging dan pangan,” kata Ali Agus.

Ali Agus menambahkan, pemenuhan atau swasembada pangan hingga saat ini masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah sulitnya pengadaan lahan. Adanya lahan sawit dengan kerapatan tanaman yang cukup lebar bisa diberdayakan dengan berbagai tanaman untuk pakan sapi dan sebagai ladang pengembalaan yang bagus.

“Perkebunan sawit dengan jarak tanam yang luas bisa menjadi altenatif lahan untuk pemenuhan pakan ternak dan tanaman pangan,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini